Setiap bayi yang lahir tampak sehat belum tentu terbebas dari risiko kelainan bawaan. Salah satu gangguan yang sering kali luput dari perhatian namun berdampak serius adalah defisiensi G6PD (Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase).
Kondisi ini merupakan salah satu kelainan genetik paling umum pada bayi baru lahir di Asia, termasuk Indonesia, dan dapat menyebabkan anemia hemolitik berat, kerusakan organ, bahkan gangguan perkembangan otak permanen bila tidak terdeteksi sejak dini.
Apa Itu Defisiensi G6PD?
Defisiensi G6PD terjadi karena adanya kelainan genetik yang membuat tubuh tidak mampu memproduksi enzim G6PD dalam jumlah cukup. Padahal, enzim ini sangat penting karena berfungsi menjaga kekuatan dan kestabilan sel darah merah. Tanpa perlindungan dari enzim ini, sel darah merah mudah rusak ketika menghadapi stres oksidatif, misalnya saat tubuh melawan infeksi atau terpapar zat tertentu.
Ketika sel darah merah banyak yang rusak, bayi dapat mengalami anemia hemolitik, yaitu kondisi di mana tubuh kehilangan sel darah merah lebih cepat dari kemampuan untuk menggantinya.
Mengapa Deteksi Dini Penting?
Data Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa sekitar 9–10 bayi di antara 1.000 kelahiran hidup di Indonesia meninggal sebelum berusia 1 bulan. Sebagian besar disebabkan oleh kelainan bawaan dan gangguan metabolik yang sebenarnya bisa dicegah jika diketahui sejak dini.
Di sinilah peran skrining neonatal (newborn screening) menjadi sangat penting. Di laboratorium seperti Diagnos, pemeriksaan G6PD termasuk dalam panel skrining bayi baru lahir bersama tiga pemeriksaan lainnya:
- TSH Neonatus untuk mendeteksi hipotiroid kongenital,
- 17-OH Progesteron untuk menilai risiko hiperplasia adrenal kongenital, dan
- PKU Neonatus untuk mendeteksi gangguan metabolisme fenilketonuria.
Tujuannya sederhana: mengenali kelainan sejak awal, sebelum menimbulkan gejala berat yang sulit diatasi.
Bagaimana G6PD Bekerja di Dalam Tubuh?
Enzim G6PD berperan penting untuk menjaga agar sel darah merah tetap kuat dan tidak mudah rusak. Ia membantu tubuh membentuk zat pelindung bernama NADPH, yang fungsinya seperti “perisai” terhadap zat berbahaya yang bisa merusak sel darah merah.
Jika tubuh kekurangan enzim ini, sel darah merah menjadi rapuh dan mudah pecah, terutama ketika bayi terkena infeksi, mengonsumsi obat tertentu (seperti obat golongan sulfa atau aspirin dosis tinggi), atau makan makanan tertentu seperti kacang fava (kacang parang). Akibatnya, sel darah merah bisa rusak secara besar-besaran dan menyebabkan anemia atau kulit bayi menjadi kuning.
Gejala Defisiensi G6PD pada Bayi Baru Lahir
Gejala dapat bervariasi, dari yang ringan hingga berat. Dalam banyak kasus, bayi tampak normal saat lahir, namun beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda anemia atau kuning (jaundice). gejala khas yang perlu diwaspadai meliputi:
- Urin berwarna gelap seperti teh pekat
- Kulit, mata, dan lidah berwarna kuning (ikterus/jaundice)
- Pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali)
- Jantung berdebar dan sesak napas
- Lemas atau tampak lesu
Bila tidak segera ditangani, kadar bilirubin yang tinggi akibat hemolisis dapat menembus sawar otak dan menyebabkan kernikterus yaitu suatu kondisi yang berisiko mengakibatkan kerusakan otak permanen.
Diagnosis Melalui Skrining Neonatal
Skrining G6PD dilakukan melalui tes darah sederhana yang diambil dari tumit bayi, biasanya saat bayi berusia 24–72 jam. Sampel darah kemudian dikeringkan di atas kertas saring dan diperiksa dengan metode ELISA di laboratorium.
Proses ini aman, cepat, dan hasilnya dapat diketahui dalam 3–5 hari kerja. Penting bagi tenaga kesehatan untuk memastikan sampel diambil dan disimpan dengan benar agar hasilnya akurat.
Dampak dan Penanganan
Defisiensi G6PD bersifat seumur hidup, tetapi komplikasinya bisa dicegah sepenuhnya bila diketahui sejak dini. Bayi dengan hasil positif defisiensi G6PD perlu:
- Dikonsultasikan ke dokter anak atau ahli hematologi
- Dijauhkan dari obat dan makanan pemicu hemolisis, seperti sulfa, naftalin, atau kacang fava
- Dimonitor kadar bilirubin dan hemoglobinnya secara berkala
- Mendapatkan penanganan segera bila muncul tanda hemolisis, seperti kuning yang cepat memberat atau urine gelap
Keterlibatan tenaga medis, mulai dari dokter anak, bidan, hingga tenaga laboratorium sangat krusial dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya skrining G6PD.
Panel skrining newborn Laboratorium Diagnos merekomendasikan agar setiap bayi di Indonesia menjalani skrining G6PD bersama panel skrining neonatal lainnya untuk mencegah komplikasi jangka panjang.
Defisiensi G6PD mungkin tidak terlihat, namun dampaknya bisa sangat serius bila tidak terdeteksi sejak awal. Dengan melakukan skrining neonatal secara rutin, orang tua dapat memberikan perlindungan terbaik bagi bayinya sejak hari pertama kehidupan.
Investasi kecil dalam pemeriksaan dini dapat mencegah anemia hemolitik berat, kerusakan otak, hingga kematian neonatal menjadikan skrining G6PD bukan hanya sebuah pilihan, tetapi keharusan untuk generasi yang lebih sehat.
Laboratorium Diagnos sebagai salah satu laboratorium yang akurat dan terpercaya memiliki panel skrining newborn, hubungi Call Center Diagnos 1500 358 atau WhatsApp 0855 1500 358 untuk informasi dan pendaftaran.
BACA JUGA : Apa Itu Edwards Syndrome : Gejala, Penyebab, dan Diagnosis
Sumber Referensi :
Prevalence of G6PD Deficiency in Neonates – Egyptian Study. Diakses Oktober 2025. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6074198
Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase Deficiency and Neonatal Hyperbilirubinemia. Diakses Oktober 2025. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9170901